Sabtu, 05 Oktober 2013

Sistem Pencernaan (Gastrointestinal)



MAKALAH
ASUHAN KEPERAWATAN PADA AN.U DENGAN GASTROENTERITIS

http://profile.ak.fbcdn.net/hprofile-ak-snc4/41605_44291561847_1893423_n.jpg








Di Susun Oleh :
Mahasiswa Ruang 302
Tingkat II Semester 4
                            




PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA
2012-2013


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat-Nyalah penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “ASUHAN KEPERAWATAN AN.U DENGAN GASTROENTERITIS, tepat pada waktunya.
            Penulisan makalah ini juga merupakan penugasan dari mata kuliah hematologi.Penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing dalam pembuatan makalah ini dan teman-teman yang telah memberikan dukungan dan membantu dalam pembuatan makalah ini, serta rekan-rekan lain yang membantu pembuatan makalah ini.
            Penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca guna memberikan sifat membangun demi kesempurnaan makalah ini.Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna mengingat penulis masih tahap belajar dan oleh karna itu mohon maaf apabila masih banyak kesalahan dan kekurangan di dalam penulisan makalah ini.


Depok, April 2013
           



BAB I
PENDAHULUAN
1.      LATAR BELAKANG
Semakin tinggi kemajuan teknologi yang telah dicapai semakin tinggi pula derajat kesehatan yang diperoleh sesuai dengan kemajuan zaman, timbul berbagai macam penyakit yang menyerang seluruh kehidupan tanpa mengenal tempat, waktu dan usia.
Oleh karena itu peran perawat sangat dibutuhkan dalam mengatasi masalah yang dihadapi pasien dengan memberikan penyuluhan untuk meningkatkan pengetahuan pasien, menjaga kebersihan lingkungan, perawat juga berkolaborasi dengan dokter dalam memberi terapi dan juga memberikan beberapa informasi yang penting.

2.      TUJUAN
Tujuan umum:
Tujuan dalam pembuatan makalah ini secara umum adalah untuk membantu mahasiswa dalam mempelajari tentang anemia dan asuhan keperawatan aritmia
Tujuan khusus:
1.      Mengetahui pengertian dari Gastroenteritis
2.      Menngetahui penyebab dari Gastroenteritis
3.      Mengetahui tanda dan gejala dari Gastroenteritis
4.      Mengetahui klasifikasi dari Gastroenteritis
5.      Mempelajari asuhan keperawatanGastroenteritis

3.      RUMUSAN MASALAH
1)      Apa pengertianGastroenteritis?
2)      Apa saja penyebab Gastroenteritis?
3)      Apa saja tanda dan gejala yang timbul pada pasien Gastroenteritis?
4)      Bagaimana proses perjalanan Gastroenteritis?
5)      Dan bagaimana Asuhan Keperawatan pada pasien Gastroenteritis?



BAB II
KONSEP DASAR TEORI
A.    Anatomi dan Fisiologi
Sistem pencernaan atau sistem gastroinstestinal (mulai dari mulut sampai anus) adalah sistem organ dalam manusia yang berfungsi untuk menerima makanan, mencernanya menjadi zat-zat gizi dan energi, menyerap zat-zat gizi ke dalam aliran darah serta membuang bagian makanan yang tidak dapat dicerna atau merupakan sisa proses tersebut dari tubuh.
Saluran pencernaan terdiri dari mulut, tenggorokan (faring), kerongkongan, lambung, usus halus, usus besar, rektum dan anus.Sistem pencernaan juga meliputi organ-organ yang terletak diluar saluran pencernaan, yaitu pankreas, hati dan kandung empedu.
a.       Mulut
Merupakan suatu rongga terbuka tempat masuknya makanan dan air pada hewan.Mulut biasanya terletak di kepala dan umumnya merupakan bagian awal dari sistem pencernaan lengkap yang berakhir di anus.
Mulut merupakan jalan masuk untuk sistem pencernaan.Bagian dalam dari mulut dilapisi oleh selaput lendir.Pengecapan dirasakan oleh organ perasa yang terdapat di permukaan lidah. Pengecapan relatif sederhana, terdiri dari manis, asam, asin dan pahit. Penciuman dirasakan oleh saraf olfaktorius di hidung dan lebih rumit, terdiri dari berbagai macam bau.
Makanan dipotong-potong oleh gigi depan (incisivus) dan di kunyah oleh gigi belakang (molar, geraham), menjadi bagian-bagian kecil yang lebih mudah dicerna. Ludah dari kelenjar ludah akan membungkus bagian-bagian dari makanan tersebut dengan enzim-enzim pencernaan dan mulai mencernanya. Ludah juga mengandung antibodi dan enzim (misalnya lisozim), yang memecah protein dan menyerang bakteri secara langsung. Proses menelan dimulai secara sadar dan berlanjut secara otomatis.
b.      Tenggorokan (Faring)
Merupakan penghubung antara rongga mulut dan kerongkongan.Berasal dari bahasa yunani yaitu Pharynk.Skema melintang mulut, hidung, faring, dan laring.Didalam lengkung faring terdapat tonsil ( amandel ) yaitu kelenjar limfe yang banyak mengandung kelenjar limfosit dan merupakan pertahanan terhadap infeksi, disini terletak bersimpangan antara jalan nafas dan jalan makanan, letaknya dibelakang rongga mulut dan rongga hidung, didepan ruas tulang belakang
c.       Kerongkongan (Esofagus)
Kerongkongan adalah tabung (tube) berotot pada vertebrata yang dilalui sewaktu makanan mengalir dari bagian mulut ke dalam lambung. Makanan berjalan melalui kerongkongan dengan menggunakan proses peristaltik. Sering juga disebut esofagus(dari bahasa Yunani: οiσω, oeso – “membawa”, dan έφαγον, phagus – “memakan”).Esofagus bertemu dengan faring pada ruas ke-6 tulang belakang.Menurut histologi.Esofagus dibagi menjadi tiga bagian:
-          bagian superior (sebagian besar adalah otot rangka)
-          bagian tengah (campuran otot rangka dan otot halus)
-          serta bagian inferior (terutama terdiri dari otot halus).
d.      Lambung
Merupakan organ otot berongga yang besar dan berbentuk seperti kandang keledai.Terdiri dari 3 bagian yaitu : Kardia, Fundus, Antrum.Makanan masuk ke dalam lambung dari kerongkongan melalui otot berbentuk cincin (sfinter), yang bisa membuka dan menutup.Dalam keadaan normal, sfinter menghalangi masuknya kembali isi lambung ke dalam kerongkongan.Lambung berfungsi sebagai gudang makanan, yang berkontraksi secara ritmik untuk mencampur makanan dengan enzim-enzim. Sel-sel yang melapisi lambung menghasilkan 3 zat penting :
-          Lendir
Lendir melindungi sel-sel lambung dari kerusakan oleh asam lambung.Setiap kelainan pada lapisan lendir ini, bisa menyebabkan kerusakan yang mengarah kepada terbentuknya tukak lambung.
-          Asam klorida (HCl)
Asam klorida menciptakan suasana yang sangat asam, yang diperlukan oleh pepsin guna memecah protein. Keasaman lambung yang tinggi juga berperan sebagai penghalang terhadap infeksi dengan cara membunuh berbagai bakteri.
-          Prekursor pepsin (enzim yang memecahkan protein)
e.       Usus halus (usus kecil)
Usus halus atau usus kecil adalah bagian dari saluran pencernaan yang terletak di antara lambung dan usus besar. Dinding usus kaya akan pembuluh darah yang mengangkut zat-zat yang diserap ke hati melalui vena porta. Dinding usus melepaskan lendir (yang melumasi isi usus) dan air (yang membantu melarutkan pecahan-pecahan makanan yang dicerna). Dinding usus juga melepaskan sejumlah kecil enzim yang mencerna protein, gula dan lemak.Lapisan usus halus ; lapisan mukosa (sebelah dalam), lapisan otot melingkar (M sirkuler), lapisan otot memanjang (M Longitidinal) dan lapisan serosa (Sebelah Luar). Usus halus terdiri dari tiga bagian yaitu usus dua belas jari (duodenum), usus kosong (jejunum), dan usus penyerapan (ileum).
-          Usus dua belas jari (Duodenum)
Usus dua belas jari atau duodenum adalah bagian dari usus halus yang terletak setelah lambung dan menghubungkannya ke usus kosong (jejunum).Bagian usus dua belas jari merupakan bagian terpendek dari usus halus, dimulai dari bulbo duodenale dan berakhir di ligamentum Treitz.
Usus dua belas jari merupakan organ retroperitoneal, yang tidak terbungkus seluruhnya oleh selaput peritoneum.pH usus dua belas jari yang normal berkisar pada derajat sembilan. Pada usus dua belas jari terdapat dua muara saluran yaitu dari pankreas dan kantung empedu.Nama duodenum berasal dari bahasa Latin duodenum digitorum, yang berarti dua belas jari.
Lambung melepaskan makanan ke dalam usus dua belas jari (duodenum), yang merupakan bagian pertama dari usus halus.Makanan masuk ke dalam duodenum melalui sfingter pilorus dalam jumlah yang bisa di cerna oleh usus halus. Jika penuh, duodenum akan megirimkan sinyal kepada lambung untuk berhenti mengalirkan makanan.
-          Usus Kosong (jejenum)
Usus kosong atau jejunum (terkadang sering ditulis yeyunum) adalah bagian kedua dari usus halus, di antara usus dua belas jari (duodenum) dan usus penyerapan (ileum).Pada manusia dewasa, panjang seluruh usus halus antara 2-8 meter, 1-2 meter adalah bagian usus kosong.Usus kosong dan usus penyerapan digantungkan dalam tubuh dengan mesenterium.
Permukaan dalam usus kosong berupa membran mukus dan terdapat jonjot usus (vili), yang memperluas permukaan dari usus.Secara histologis dapat dibedakan dengan usus dua belas jari, yakni berkurangnya kelenjar Brunner.Secara hitologis pula dapat dibedakan dengan usus penyerapan, yakni sedikitnya sel goblet dan plak Peyeri.Sedikit sulit untuk membedakan usus kosong dan usus penyerapan secara makroskopis.Jejunum diturunkan dari kata sifat jejune yang berarti “lapar” dalam bahasa Inggris modern.Arti aslinya berasal dari bahasa Laton, jejunus, yang berarti “kosong”.
-          Usus Penyerapan (illeum)
Usus penyerapan atau ileum adalah bagian terakhir dari usus halus. Pada sistem pencernaan manusia, ) ini memiliki panjang sekitar 2-4 m dan terletak setelah duodenum dan jejunum, dan dilanjutkan oleh usus buntu. Ileum memiliki pH antara 7 dan 8 (netral atau sedikit basa) dan berfungsi menyerap vitamin B12 dan garam-garam empedu.
f.       Usus Besar (Kolon)
Usus besar atau kolon dalam anatomi adalah bagian usus antara usus buntu dan rektum.Fungsi utama organ ini adalah menyerap air dari feses.Usus besar terdiri dari :Kolon asendens (kanan), Kolon transversum, Kolon desendens (kiri), Kolon sigmoid (berhubungan dengan rektum). Banyaknya bakteri yang terdapat di dalam usus besar berfungsi mencerna beberapa bahan dan membantu penyerapan zat-zat gizi.Bakteri di dalam usus besar juga berfungsi membuat zat-zat penting, seperti vitamin K. Bakteri ini penting untuk fungsi normal dari usus.Beberapa penyakit serta antibiotik bisa menyebabkan gangguan pada bakteri-bakteri didalam usus besar.Akibatnya terjadi iritasi yang bisa menyebabkan dikeluarkannya lendir dan air, dan terjadilah diare.
g.      Usus Buntu (sekum)
Usus buntu atau sekum (Bahasa Latin: caecus, “buta”) dalam istilah anatomi adalah suatu kantung yang terhubung pada usus penyerapan serta bagian kolon menanjak dari usus besar. Organ ini ditemukan pada mamalia, burung, dan beberapa jenis reptil.Sebagian besar herbivora memiliki sekum yang besar, sedangkan karnivora eksklusif memiliki sekum yang kecil, yang sebagian atau seluruhnya digantikan oleh umbai cacing.
h.      Umbai Cacing (Appendix)
Umbai cacing atau apendiks adalah organ tambahan pada usus buntu.Infeksi pada organ ini disebut apendisitis atau radang umbai cacing.Apendisitis yang parah dapat menyebabkan apendiks pecah dan membentuk nanah di dalam rongga abdomen atau peritonitis (infeksi rongga abdomen).Dalam anatomi manusia, umbai cacing atau dalam bahasa Inggris, vermiform appendix (atau hanya appendix) adalah hujung buntu tabung yang menyambung dengan caecum.
Umbai cacing terbentuk dari caecum pada tahap embrio. Dalam orang dewasa, Umbai cacing berukuran sekitar 10 cm tetapi bisa bervariasi dari 2 sampai 20 cm. Walaupun lokasi apendiks selalu tetap, lokasi ujung umbai cacing bisa berbeda – bisa di retrocaecal atau di pinggang (pelvis) yang jelas tetap terletak di peritoneum.
i.        Rektum dan anus
Rektum (Bahasa Latin: regere, “meluruskan, mengatur”) adalah sebuah ruangan yang berawal dari ujung usus besar (setelah kolon sigmoid) dan berakhir di anus. Organ ini berfungsi sebagai tempat penyimpanan sementara feses.Biasanya rektum ini kosong karena tinja disimpan di tempat yang lebih tinggi, yaitu pada kolon desendens.Jika kolon desendens penuh dan tinja masuk ke dalam rektum, maka timbul keinginan untuk buang air besar (BAB). Mengembangnya dinding rektum karena penumpukan material di dalam rektum akan memicu sistem saraf yang menimbulkan keinginan untuk melakukan defekasi. Jika defekasi tidak terjadi, sering kali material akan dikembalikan ke usus besar, di mana penyerapan air akan kembali dilakukan. Jika defekasi tidak terjadi untuk periode yang lama, konstipasi dan pengerasan feses akan terjadi.
Orang dewasa dan anak yang lebih tua bisa menahan keinginan ini, tetapi bayi dan anak yang lebih muda mengalami kekurangan dalam pengendalian otot yang penting untuk menunda BAB.
Anus merupakan lubang di ujung saluran pencernaan, dimana bahan limbah keluar dari tubuh.Sebagian anus terbentuk dari permukaan tubuh (kulit) dan sebagian lannya dari usus.Pembukaan dan penutupan anus diatur oleh otot sphinkter. Feses dibuang dari tubuh melalui proses defekasi (buang air besar – BAB), yang merupakan fungsi utama anus.

B.     Pengertian
            Gastroenteritis adalah keadaan dimana frekuensi buang air besar lebih dari 4 kali pada bayi dan lebih 3 kali pada anak dengan konsistensi feses encer, dapat berwarna hijau atau dapat pula bercampur lendir dan darah/lendir saja. (Sudaryat Suraatmaja.2005)
            Gastroenteritis yaitu defekasi encer lebih dari tiga kali sehari dengan atau tanpa darah dan atau lender dalam feses. (Suharyono,1999)
            Gastroenteritis adalah kehilangan cairan dan elektrolit yang berlebihan yang terjadi karena frekuensi satu kali atau lebih BAB dengan perubahan bentuknya yang encer atau cair.(Suriadi, 2001)
            Gastroenteritis adalah suatu kondisi pada gaster yang ditandai dengan adanya muntah dan diare yang disebabkan infeksi, alergi, tidak toleran terhadap makanan tertentu atau mencerna toksin. (Tucker,1998)
            Dari bebepara pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa gastroenteritis adalah buang air besar yang tidak normal atau bentuk feses encer dengan frekukensi lebih banyak dari biasanya.

C.    Etiologi
Penyebab diare dibagi dalam beberapa factor yaitu:
1.          Infeksi
a.       Infeksi internal yaitu infeksi saluran pencernaan yang merupakan penyebab utama pada anak yang disebabkan infeksi bakteri (E. Colli, Salmonella,Shigella, Vibrio dll) parasit (protozoa:E. hystolitica , G. lamblia; cacing:Askaris, trikurus; Jamur :kandida ) melalui fecal oral :makanan , minuman,yang tercemar tinja atau kontak langsung dengan tinja penderita
b.      Infeksi parenteral yaitu infeksi dari bagian tubuh lain di luar alat pencernaan seperti otitis media akut, tonsilofaringitis, infeksi parasit : cacing,protozoa, jamur.keadaan ini terjadi pada bayi dan anak umur dibawah 2 tahun.
2.          Malabsorsi
a.       Mal absorpsi kalbohidrat, disakarida ( intoleransi laktosa, maltosa dan sukrosa). Pada bayi dan anak-anak yang terpenting dan tersering adalah intoleransi laktosa.
b.      Mal absorpsi lemak
c.       Mal absorpsi protein
3.          Makanan
Makanan basi, baeracun, alergi terhadap makanan
4.          Psikologik
Rasa takut dan cemas walaupun jarang dapat menimbulkan diare terutama pada anak yang telah besar.

D.    Patofisiologi
            Gastroenteritis akut ditandai dengan muntah dan diare berakibat kehilangan cairan dan elektrolit. Penyebab utama gastroenteritis akut adalah virus (roba virus, adeno virus enterik, norwalk virus serta parasit (blardia lambia) patogen ini menimbulkan penyakit dengan menginfeksi sel-sel). Organisme ini menghasilkan enterotoksin atau kritotoksin yang merusak sel atau melekat pada dinding usus pada gastroenteritis akut. Usus halus adalah organ yang palilng banyak terkena.
            Gastroenteritis akut ditularkan melalui rute rektal, oral dari orang ke orang. Beberapa fasilitas perawatan harian yang meningkatkan resiko gastroenteritas dapat pula merupakan media penularan. Transpor aktif akibat rangsang toksin bakteri terhadap elektrolit ka dalam usus halus. Sel intestinal mengalami iritasi dan meningkatkan sekresi cairan dan elektrolit, mikroorganisme yang masuk akan merusak sel mukosa intestinal sehingga akan menurunkan area permukaan intestinal.
            Perubahan kapasitas intestinal dan terjadi gangguan absorpsi cairan dan elektrolit. Peradangan dapat mengurangi kemampuan intestinal mengabsorpsi cairan dan elektrolit hal ini terjadi pada sindrom mal absorpsi yang meningkatkan motilitas usus intestinal. Meningkatnya motilitas dan cepatnya pengosongan pada intestinal merupakan gangguan dari absorbsi dan sekresi cairan dan elektroli yang berlebihan. Cairan potasium dan dicarbonat berpindah dari rongga ekstra seluler ke dalam tinja sehingga menyebabkan dehidrasi, kekurangan elektrolit dapat terjadi asidosis metebolik.(Suriadi,2004: 83)
            Iritasi usus oleh suatu patogen mempengaruhi lapisan mukosa usus sehingga terjadi produk sekretonik termasuk mukus. Iritasi mikroba juga mempengaruhi lapisan otot sehingga terjadi peningkatan motiltas menyebabkan banyak air dan elektrolit terbuang, karena waktu yang tersedia untuk penyerapan zat-zat tersebut di colon berkurang. (Corwin,2000:321)

             PATHWAYS

E.     Manifestasi Klinik
            Gejala awal adalah anak menjadi cengeng dan gelisah, suhu badan mungkin meningkat, nafsu makan menurun kemudian timbul diare tinja cair, mungkin mengandung darah atau lendir, warna tinja berubah menjadi kehijau-hijauan karena tercampur empedu, anus dan sekitarnya menjadi lecet karena tinja menjadi asam akibatnya, banyaknya asam laktat yang terjadi dari pemecahan laktosa yang tidak dapat diabsorpsi oleh usus. Gejala muntah dapat terjadi sebelum atau sesudah dehidrasi diare.
            Bila penderita telah banyak kehilangan air dan elektrolit terjadilah gejala dehidrasi.berat badan menurun pada bayi, ubun-ubun besar dan cekung, tonus dan turgor otot kulit berkurang, selaput lendir mulut dan bibir menjadi kering.
Gejala klinis sesuai  tingkat dehidrasi adalah sebagai berikut :
a.       Dehidrasi ringan (kehilangan 2,5% BB)
Kesadaran komposmentis, nadi kurang dari 120 kali per menit, pernafasan biasa, ubun-ubun besar agak cekung, mata agak cekung, turgor dan tonus biasa, mulut kering.
b.      Dehidrasi sedang (kehilangan 6,9 % BB)
Kesadaran gelisah, nadi 120-140 kali per menit, pernafasan agak cepat, ubun-ubun besar cekung, mata tampak cekung, turgor dan tonus agak kurang, mulut kering
c.       Dehidrasi berat (kehilangan > 10 % BB)
Kesadaran apatis sampai koma, nadi lebih dari 140 kali permenit, pernafasan kusmaul, ubun-ubun besar cekung sekali, turgor dan tonus kurang sekali, mulut kering dan sianosis
Gangguan keseimbangan asam dan basa dan elektrolit :
a.       Cairan yang banyak keluar melalui BAB menyebabkan kehilangan bikarbonat, sehingga PH menurun, PCO2 meningkat, asidosis metabolik yang ditandai pernafasan kusmaul.
b.      Terjadi hipo/hipertermi (< 130 atau > 150 mEq/L), hipokalemia (< 3 mEq).
c.       Hipoglikemi gangguan gizi
d.      Syok hipovolemi.




F.     Klasifikasi
Klasifikasi
Tanda dan Gejala
Tak ada dehidrasi
Tak ada tanda dan gejala dehidrasi :
-          Keadaan umum baik, sadar
-          Tanda vital (tekanan darah, suhu, nadi, pernapasan) dalam batas normal
Dehidrasi tak berat
Dua atau lebih tanda-tanda berikut :
-          Gelisah, rewel
-          Mata cekung
-          Air mata kurang
-          Haus (minum banyak)
-          Mulut dan bibir sedikit kering
-          Cubitan kulit perut kembali lambat
-          Tangan dan kaki hangat
Dehidrasi berat
Dua atau lebih tanda-tanda berikut :
-          Kondisi umum lemas
-          Kesadaran menurun – tidak sadar
-          Mata cekung
-          Air mata tidak ada
-          Tidak mampu untuk minum/minum lemah
-          Mulut dan bibir kering
-          Cubitan kulit perut kembali sangat lambat ( ≥ 2 detik)
-          Tangan dan kaki dingin

G.    Komplikasi
a)      Dehidrasi
b)      Renjatan hipovolemik
c)      Kejang
d)     Bakterimia
e)      Mal nutrisi
f)       Hipoglikemia
g)      Intoleransi sekunder  akibat kerusakan mukosa usus.
H.    Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium dan diagnostik yang meliputi :
1.          Pemeriksaan Feses
-            Makroskopis dan mikroskopis.
-            pH dan kadar gula dalam tinja dengan kertas lakmus dan tablet dinistest, bila diduga terdapat intoleransi gula.
-            Bila diperlukan, lakukan pemeriksaan biakan dan uji resistensi.
-            Evaluasi feses terhadap telur cacing dan parasit
-            Kultur fese (jika anak dirawat di rumah sakit, pus dalam feses atau diare yang berkepanjangan), untuk menentukan patogen
-            Evaluasi volume, warna, konsistensi, adanya mukus atau pus pada feses
2.          Pemeriksaan Darah
-            pH darah dan cadangan dikali dan elektrolit ( Natrium, Kalium, Kalsium, dan Fosfor ) dalam serum untuk menentukan keseimbangan asama basa.
-            Kadar ureum dan kreatmin untuk mengetahui faal ginjal.
-            Darah samar feses, untuk memeriksa adanya darah (lebih sering pada gastroenteritis yang berasal dari bakteri)
-            Hitung darah lengkap dengan diferensial
3.          Intubasi Duodenum ( Doudenal Intubation )
-            Untuk mengatahui jasad renik atau parasit secara kualitatif dan kuantitatif, terutama dilakukan pada penderita diare kronik.
-            Aspirasi duodenum (jika diduga G.lamblia)
4.          Uji antigen immunoassay enzim, untuk memastikan adanya rotavirus
5.          Urinalisis dan kultur (berat jenis bertambah karena dehidrasi; organisme Shigella keluar melalui urine)

I.       Penatalaksaan Medis
Penatalaksaan klien dengan gastroenteritis adalah :
1)      Pemberian cairan
2)      Dietetik (pemberian makanan)
3)      Obat-obatan
4)      Education : memberikan pendidikan kesehatan kepada ibu-ibu tentang anak-anak yang sehat atau makanan untuk anak diare

Prinsip pengobatan diare adalah menggantikan cairan yang hilang melalui feses dengan atau tanpa muntah, dengan cairan yang mengandung elektrolit dan glukosa atau karbohidrat lain (gula, air tajin, tepung beras, dll)

Penatalaksanaan :
a.    Rehidrasi sebagai prioritas utama pengobatan
Hal yang penting diperhatikan agar dapat memberikan rehidrasi yang cepat dan akurat, yaitu:
1)   Jenis cairan yang akan digunakan
-       Cairan Ringer Laktat merupakan cairan pilihan meskipun jumlah kaliumnya lebih rendah dibandingkan dengan kadar kalium cairan feses.
-       Jika tidak tersedia RL, dapat diberikan cairan NaCl isotonik ditambah satu ampul Nabikarbonat 7,5% 50 ml pada setiap 1L infus NaCl isotonik.
-       Pada keadaan diare akut awal yang ringan, dapat diberikan bubuk oralit sebagai usaha awal agar tidak terjadi dehidrasi. Atau dapat dengan pengganti oralit : air teh + 1 sendok gula + seujung sendok garam atau air tajin + gula + garam
2)   Jumlah cairan yang akan diberikan :
-       Pada prinsipnya jumlah cairan yang akan diberikan sesuai dengan jumlah cairan yang keluar dari tubuh.
-       Kehilangan cairan dari tubuh dapat dihitung dengan memakai rumus:
B.D. plasma dengan memakai rumus:
Kebutuhan cairan: BD plasma-1,025 x BB x 4 ml
0,001
3)   Kembali makanan semula secara bertahap, setelah dehidrasi hilang.
Misal : SGM diencerkan 1/3 takaran semula, biasanya makan nasi tim di ganti bubur dahulu.
·         Keperluan cairan
Dehidrasi ringan        : 150 cc / kg BB / hari
Dehidrasi sedang      : 200 cc / kg BB / hari
Dehidrasi berat          : infus RL, nacl, D10 %.
·         untuk anak umur 1 bulan – 2 tahun, BB 3 – 10 kg.
o   1 jam I : 4 ml / kg BB / jam = 10 tts / kg BB / mnt(jika set infus 1 ml = 15 tts)
o   7 jam berikutnya : 12 ml / kg BB / jam = 3 tts / kg BB / mnt(jika set infus 1 ml = 15 tts)
o   16 jam kemudian                   : 125 ml / kg BB, oralit per oral.
·         untuk anak umur 2-5 tahun, dengan BB 10 – 15 kg
o   1 jam I : 30 ml / kg BB / jam = 3 tts / kg BB / mnt. (makro).
o   16 jam kemudian  : 125 ml / kg BB oralit per oral
·         untuk anak ≥ 5 tahun, dengan BB 15 – 25 kg.
o   1 jam I : 20 ml / kg BB / jam = 5 tts / kg BB / mnt (makro)
o   7 jam berikutnya :  10 ml / kg BB / jam = 2-3 tts / kg BB / mnt (makro).
o   16 jam kemudian :  125 ml / kg BB, oralit peroral.
b.    Memberikan terapi simptomatik
Pemberian terapi simptomatik harus berhati-hati dan perlu pertimbangan karena lebih banyak kerugiannya daripada keuntungannya :
-       Pemberian anti motilitas seperti Loperamid perlu dipertimbangkan karena dapat memperbutuk diare. Jika memang dibutuhkan karena pasien amat kesakitan diberikan dalam jangka pendek (1-2 hari saja) dengan jumlah sedikit.
-       Pemberian antiemetik seperti Metoklopropamid juga perlu diperhatikan karena dapat menimbulkan kejang pada anak dan remaja akibat rangsangan ekstrapiramidal.
-       Pada diare akut yang ringan kecuali rehidrasi peroral, bila tidak ada kontraindikasi dapat diberikan Bismuth subsalisilat maupun Loperamiddalam waktu singkat. Pada diare berat, obat-obat tersebut perlu dipertimbangkan dalam pemberian waktu yang singkat dan dikombinasikan dengan pemberian obat antimikrobial.
-       Pada penderita diare mungkin disertai denganLactose intolerance, oleh karena itu hindari makanan/ minuman yang mengandung susu sapai diare membaik dan hindari makanan yang pedas atau banyak mengandung lemak.
c.    Memberikan terapi defenitif
Terapi kausal dapat diberikan pada infeksi:
-       Kolera eltor:
Tetrasiklin 4x500 mg/ hari, selama 3 hari atau
Kortimoksazol, dosis awal 2x3 tab, kemudian 2x2 tab selama 6 hari atau
Kloramfenikol 4x500 mg/ hari, selama 7 hari atau gol. Fluoroquinolon
-       S.aureus: Kloramfenikol 4x500 mg/ hari
-       Salmonellosis:
Ampisilin 4x1g/ hari atau
Kortimoksazol 2x2 tab atau
Gol. Fluoroquinolon seperti Siprofloksasin 2x500 mg selama 3-5 hari
-       Shigellosis:
Ampisilin 4x1g/ hari, selama 5 hari atau
Kloramfenikol 4x500 mg/ hari, selama 5 hari
-       Injeksi Helicobacter jejuni Eritromisin 3x500 atau 4x500 mg/ hari selama 7 hari
-       Amubiasis:
Metronidazol 4x500 mg/ hari selama 3 hari atau
Tinidazol dosis tunggal 2 g/ hari selama 3 hari atau
Secnidazole dosis tunggal 2 g/ hari selama 3 hari atau
Tetrasiklin 4x500 mg/ hari, selama 10 hari
-       Giardiasis:
Quinacrine 3x100 mg/ hari selama 1 minggu atau
Chloroquin 3x100 mg/ hari selama 5 hari atau
Metronidazol 3x250 mg/ hari selama 7 hari
-       Balantidiasis: Tetrasiklin 3x500 mg/ hari, selama 10 hari
-       Kandidosis: Nystatin 3x500.000 unit selama 10 hari
-       Virus : simtomatik dan suportif
d.        Therapi
Prinsip pengobatan diare adalah menggantikan cairan yang hilang dengan cairan yang mengandung elektrolit dan glukosa atau karbohidarat lain (gula, air, tajin, dan lain-lain).
(a)      Obat-obatan Anti Sekresi
Asetosal dosis 25 mg / hari dengan dosis minimal 30 mg.
Klorpromazin dosis 0,5 – 1 mg / kg BB / hari
(b)     Obat Spasmolitik
Umumnya obat spasmolitik seperti papaverin, tidak boleh di gunakan
(c)      Obat Antibiotik
Umumnya antibiotik tidak diberikan bila tidak ada penyebab yang jelas.Bila penyebab yang jelas.Bila penyebabnya kolera dibeirkan tetrasiklin 25-50 mg / kg BB / hari. Antibiotik juga diberikan bila terdapat penyakit penyerta, spt : OMA, faringitis, bronkitis atau bronkopneumonia.

J.      Pencegahan
Dalam pencegahan penyakit Gastroenteritis dapat dilihat dalam lima tingkat pencegahan (five levels of prevention) sebagai berikut :
1)      Perbaikan status gizi individu/perorangan ataupun masyarakat untuk membentuk daya tahan tubuh yang lebih baik dan dapat melawan Agent penyakit yang akan masuk kedalam tubuh, seperti mengkonsumsi bahan makanan yang mengandung zat gizi yang lebih baik dan diperlukan oleh tubuh.
2)      Pemberian ASI Ekslusif kepada bayi yang baru lahir, karena ASI banyak mengandung kalori, protein dan vitamin yang banyak dibutuhkan oleh tubuh, pencegahan ini bertujuan untuk membentuk system kekebalan tubuh sehingga terlindung dari berbagai penyakit infeksi seperti Gastroenteritis.
3)      Diagnosa Dini dan Pengobatan Segera (Early Diagnosis and Prompt Treatment)
4)      Pemberantasan Cacat (Disability Limitation)
Penyakit Gastroenteritis ini jika tidak diobati secara baik dan teratur akan dapat menyebabkan kematian. Pembatasan kecacatan (Disability Limitation) dalam mencegah terjadinya penyakitGastroenteritis dapat dilakukan dengan berbagai upaya diantaranya :
-       Mencegah proses penyakit lebih lanjut dengan cara melakukan pengobatan secara berkesinambungan sehingga tercapai proses pemulihan yang baik.
-       Melakukan perawatan khusus secara berkala guna memperoleh pemulihan kesehatan yang lebih cepat.
-       Mencuci tangan sebelum makan
5)      Rehabilitasi (Rehabilitation)
Rehabilitasi (Rehabilitation) dalam mencegah terjadinya penyakit Gastroenteritis dapat dilakukan dengan rehabilitasi fisik/medis apabila terdapat gangguan kesehatan fisik akibat penyakit Gastroenteritis


BAB III
PENUTUP
Diare merupakan suatu gejala dari bermacam-macam penyakit. Penyebab pasti dari diare ini tidak dapat diketahui secara pasti, tetapi haruslah dengan melakukan berbagai macam pemeriksaan dan riwayat penyakit sekarang, serta apa saja yang dilakukan oleh penderita diare terakhir sekali. Barulah diketahui klien itu menderita penyakit apa.
Dengan munculnya diare pada anak, terutama yang masih bayi tidak dapat dianggap remeh walaupun hanya diare beberapa kali dalam sehari (diare ringan). Karena 80% lebih tubuh bayi terdiri dari air. Yang bila terjadi diare berarti cairan dan elektrolit dalam tubuh bayi keluar, sehingga bayi rentan untuk kekurangan cairan dan elektrolit. Apalagi bila diare berat maka dehidrasi tidak dapat dihindari lagi dan dapat terjadi hipovolemik shock.
Oleh karena itu sebagai perawat perlu dan penting sekali untuk memberi penyuluhan kepada masyarakat terutama kepada orang tua yang mempunyai anak dan bayi. Agar selalu memelihara kesehatan dan mencegah timbulnya diare, dengan jalan menjaga kebersihan baik fisik dan psikologis. Karena bila bayi stress juga dapat terjadi diare. Memperhatikan gizi makanan juga sangat penting. Bila terjadi diare maka segeralah beri minum yang banyak atau dengan memberikan oralit (larutan gula garam) untuk pertolongan pertama, kemudian segeralah bawa kepada tenaga kesehatan atau rumah sakit.
           




DAFTAR PUSTAKA

Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. (2006). Jilid 1. Edisi 4. Jakarta : FKUI.
Diyanti, G.W. (2007). Studi penggunaan antibiotik pada pasien gastroenteritis dewasa pada pasien rawat inap di ruang penyakit tropik lnfeksi pria dan wanita RSU Dr. Soetomo Surabaya. Diperoleh tanggal 11 Maret 2010dari http://www.adln.lib.unair.ac.id/go.php?id=gdlhub-gdl-s1-2007-diyantigus-4467&node=359&start=196&PHPSESSID=735f99a341908093de36c5a6ffbdf67c,
Doenges., dkk. (1999). Rencana asuhan keperawatan: pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien (M. Kariasa & N. M. Sumarwati, Terj.). Edisi 3. Jakarta: EGC. (Naskah asli dipublikasikan pada tahun 1993)
Gastroenteritis. (2009). (2010). Diperoleh tanggal 11 Maret 2010 dari http://medicastore.com/index.php?mod=penyakit&id=47           

Tidak ada komentar:

Posting Komentar